CORETAN INFORMASI ADI SUYAHMAN NAINGGOLAN

Sabtu, 23 Maret 2013

Ciri-ciri Guru Kreatif dan Profesional


Dengan menjadi kreatif guru akan dapat menunjukkan kinerja yang baik. Guru kreatif sebagai salah satu ciri guru profesional yang mampu melaksanakan tugas secara berkesinambungan kapanpun dan dimanapun. Kreatifitas merupakan sifat pribadi seorang individu yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang baru.

Guru mempunyai peran dalam keberhasilan pendidikan. Harapan agar bisa memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan disematkan dalam proses dan hasil pendidikan. Walau masing banyak ditemukan guru yang belum memiliki kreatifitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.

Setiap guru sebenarnya memiliki potensi kreatif, namun dalam derajat yang berbeda-beda. Potensi ini perlu dipupuk sejak dini agar dapat diwujudkan. Untuk itu diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong, baik dari luar (lingkungan) maupun dari dalam individu sendiri untuk menjadi guru kreatif.

Guru yang kreatif dapat dicirikan dari kemampuannya dalam melaksanakan tugas, peran dan fungsinya secara profesional. Menurut artikel yang ditulis oleh Ali Ansori, S.S, M.Pd, Widyaiswara LPMP Prov. Kep. Bangka Belitung. Ada 9 ciri yang harus diusahakan dilakukan guru agar ia termasuk guru yang kreatif, yaitu:

1) Mampu mengekspos siswa pada hal-hal yang bisa membantu mereka dalam belajar,
2) Mampu melibatkan mereka dalam segala aktivitas pembelajaran,
3) Mampu memberikan motivasi buat siswa baik secara verbal maupun non verbal,
4) Mampu mengembangkan strategi pembelajaran (penerapan pendekatan, metode, model dan tehnik) dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan karakter materi,
5) Mampu menciptakan pembelajaran yang joyful dan meaningful,
6) Mampu berimprovisasi dalam proses pembelajaran
7) Mampu membuat dan mengembangkan media pembelajaran yang menarik dan aplikatif,
8) Mampu membuat dan mengembangkan bahan ajar yang variatif, dan
9) Mampu menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran.

Kreatifitas akan mampu mendatangkan perubahan. Mengubah paradigma lama menuju paradigm baru dalam melakukan pembelajaran adalah sebuah tuntutan bukan tawaran. Eksistensi guru sebagai pendidik itu ada justru karena perubahan itu sendiri.

Kamis, 14 Maret 2013

Kurikulum Baru, Guru Tak Perlu Buat Silabus

Penerapan kurikulum yang baru nanti tidak akan mewajibkan para tenaga pendidik untuk membuat silabus atau rencana pembelajaran. Tidak seperti di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka untuk di kurikulum baru nanti maka para guru tidak lagi dituntut untuk membuat rencana pembelajaran yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan, saat ini pemerintah yang akan menarik kewenangan membuat silabus itu ke pemerintah pusat. Kebijakan ini diperlukan karena kualitas guru belum mampu untuk membuat silabus tersebut. Mendikbud menjelaskan, dalam pedoman kurikulum baru nanti pemerintah akan menentukan dulu kompetensi yang akan dibuat, lalu dari situ ditentukan struktur kurikulumnya. "Kita tentukan dulu mau mencetak apa. Jangan gara-gara sudah ada bahan tepung, gula dan mentega tetapi kita tak tahu mau buat bakpao atau roti," kata Nuh di Jakarta, kemarin.

Oleh karena itu, sebagai tugas pengganti silabus, maka guru nantinya hanya akan memperkaya materi pembelajaran dan penilaian yang kesemuanya akan dituntun oleh buku panduan guru dan siswa. Dia berprinsip, guru tidak perlu membuat silabus lagi karena pada kenyataannya banyak materi ajar yang belum perlu diajarkan pada siswa. Seperti, contohnya, untuk apa siswa kelas satu dan dua mengetahui manfaat KTP atau kelas tiga dan empat tahu prosedur pemilihan umum.

Rentetan permasalahan tidak hanya terjadi pada salahnya materi ajar namun beban siswa SD pun makin berat ketika mau masuk sekolah harus dipaksa mengikuti tes Baca Tulis Hitung (Calistung) yang sebetulnya tidak diperlukan dan diperbolehkan oleh undang-undang. "Kenapa banyak penjual buku menawarkan bukunya? Karena guru menyusun silabus dari berbagai buku dan mempunyai keterbatasan untuk menyusunnya. Ini yang mau kami rombak," ujar Nuh.

Rancangan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013


Dalam artikel, 10 Alasan Kurikulum 2013 Sulit di Implementasikan mengindikasikan bahwa kesulitan pertama yang akan dihadapi guru adalah membagi alokasi waktu yang “glondongan” disetiap minggu (35 menit x 30 Jam Pelajaran - JP) ke aktifitas pembelajaran sehari-hari. Contoh silabus kelas 1 SD tema Diri Sendiri yang diberikan pada uji publik, ada begitu banyak kompetensi dasar yang mesti diberikan selama 30 JP x 4 minggu. Semua kompetensi dasar tesebut tertuang rapi dalam setiap matapelajaran sebagaimana gambar jaringan tema dan silabus di bawah ini.
13576853951528412033
Jaringan Tema Diri Sendiri pada materi uji publik kurikulum 2012
1357685506946076717
Silabus Tema Diri Sendiri pada materi Uji Publik Kurikulum 2013
Memperhatikan aktifitas pembelajaran yang tertuang dalam silabus di atas, jelas guru tidaklah mungkin menyampaikan pembelajarannya secara berurut apa adanya. Guru memiliki keterbatasan sebagaimana yang dikehendaki kurikulum 2013 dan manajemen sekolah. Berdasar silabus tersebut, pembelajaran tema Diri Sendiri dialokasikan 26 JP/minggu yang berasal dari pelajaran PPKn 5 JP, Matematika 5 JP, B. Indonesia 8 JP, Penjasorkes 4 JP, Seni Budaya dan Prakarya 4 JP. Artinya, masih ada 4 JP per minggu di luar tema, yang dialokasikan untuk pelajaran Pendidikan Agama. Berikutnya, sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran tadi, manajemen sekolah membuat jadwal pembelajaran di kelas sebagaimana situasi dan kondisi sekolah. Sebagai contoh sekolah akan membuat jadwal pembelajaran di kelas seperti tabel barikut.
13576866122135829872
Contoh Jadwal Pembelajaran Kelas 1
Guru, berdasarkan silabus dan alokasi jadwal yang dibuat, diharapkan bisa merencanakan pelaksanaan pembelajaran hari ke hari. Untuk itu, guru diminta merunutkan kompetensi dasar yang akan diberikan pada setiap harinya.
Secara sistematis, kerunutan penyampaian kompetensi dasar tersebut mesti memenuhi pedagogic. Menurut Benjamin S. Bloom pedagogic dalam pengajaran meliputi 3 ranah pembelajaran, yang masing-masing disampaikan bertahap sebagaimana tabel berikut.
1357686711392068352
Tabel Ranah pembelajaran Benjamin S. Bloom
Adapun konsep pendidikan berbasis budaya menurut UNESCO ada 4 (empat) pilar, yaitu How to think, How to do, How to be, dan How to live together. Oleh karena itu, apabila guru benar-benar akan memberikan pendidikan yang berbasis pada budaya, maka ia harus menentukan ke tiga ranah pembelajaran apa saja yang setiap harinya akan diajarkan.
Apabila yang direncanakan dan/atau yang direalisakan dalam pembelajaran masih hanya ranah cognitive misalkan, bisa dipastikan pembelajaran di kelas sebagamanai saat ini banyak terjadi. Guru lebih fokus memberikan materi pelajaran dan siswa diharapkan untuk menghapal materi (sebagai ilmu) dengan asesmen ujian tulis. Kalaupun ada cerita dalam pembelajaran juga diberikan karakter, Insya Allah itu hanyalah sebuah tempelan yang tak akan merubah sikap siswa, atau paling tidak hanya akan menjadi knowledge siswa yang belum tentu dilakukan.
Inilah salah satu beda kurikulum 2013 dengan KTSP. Di kurikulum 2013, kompetensi dasar yang wajib diberikan guru di dalam kelas sudah meliputi ranah cognitive, psicomotor dan affective. Oleh karena itu, nanti guru tidak bisa lagi hanya mengajarkan knowledge ataupun menempelkan karakter. Tetapi harus secara holistik ke tiga ranah tersebut diajarkan ke siswa, sehingga siswa dapat memiliki pengalaman belajar yang memungkinkan mereka bisa mengkontruksi kemampuannya sendiri. Di sinilah guru diminta kreatif dan bergeser ke paradigma pembelajaran baru dalam pengajarannya di kelas.
Sabagaimana mimpi ingin memajukan pendidikan Indonesia, meningkatkan kemampuan guru dan rasa penasaran terhadap kurikulum 2013. Diskusi pembahasan implementasi kurikulum 2013 banyak kami dilakukan di Zona Belajar Menyenangkan Menjemput Cita-Cita. Hasilnya pembaca bisa ikuti di http://republikbelajar.org yang salah satunya bisa menjadi contoh solusi bagaimana guru akan merencanakan pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 seperti gambar di bawah ini.
13576867681583321907
Rancangan Pembelajaran Tema Diri Sendiri Kurikulum 2013
Rancangan pembelajaran tema Diri Sendiri di atas berdurasi 26 JP x 4 Minggu, yang per minggunya fokus membahas sub tema yang terkait dengan tema utamanya. Setiap akhir sub tema, siswa diharapkan memiliki karya sebagaimana ditulis dalam elipe. Adapun kompetensi dasar yang akan diberikan dituangkan dalam kotak yang mensarikan kompetensi dasar kurikulum 2013 terkait. Setiap kompetensi dasar akan diajarkan berdasarkan level 1, 2, dst (sebagaimana jadwal pelajaran di kelas) dan ditetapkan ranah pembelajarannya.
Guna memaksimalkan pembelajaran, alangkah baiknya bila di akhir dari pembelajaran tema ini, siswa, guru dan orang tua siswa merayakan keberhasilan belajarnya bersama-sama. Dalam hari yang sudah ditentukan, secara sederhana semua siswa diberi kesempatan bisa mengenalkan diri, menyapa, mempertunjukkan ekpresinya, menceritakan usahanya, dan menampilkan karya hasil pembelajaran dihadapan para orang tua siswa dan tamu yang sengaja diundang. Bisa dibayangkan siswa kelas 1 SD yang polos dan lucu akan ceria berusaha menjadi pembelajar. Apalagi bila gurunya pada masa pembelajaran tema ini, sengaja menyiapkan para siswanya bisa menyapa dan mengenalkan dirinya dengan pakaian, gaya dan bahasa daerah asal mereka. Nyanyian Bhineka Tunggal Ika bersama-sama hadirin dengan lambaian bendera merah-putih bisa menutup acara tersebut. Sungguh pembelajaran yang terindukan.
Semoga sumbangsih yang kecil ini bisa memompa semangat para guru. Kami tahu dan yakin semua guru Indonesia bisa mewujudkannya. Terimakasih.

Beban Belajar Per Mata Pelajaran Kurikulum 2013 SD



 Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34
Pada dokumen Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar (SD) yang sudah banyak beredar terdapat struktur kurikulum yang menggambarkan beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.

Struktur kurikulum merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan.

ALOKASI WAKTU PER MINGGU, PER MATA PELAJARAN DI SD

 MATA PELAJARAN

ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU

I

II

III

IV

V

VI
Kelompok A





1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
4

4

4

4

4

4
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
5

6

6

4

4

4
3. Bahasa Indonesia
8

8

10

7

7

7
4. Matematika
5

6

6

6

6

6
5. Ilmu Pengetahuan Alam
-

-

-

3

3

3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
-

-

-

3

3

3
Kelompok B





1. Seni Budaya & Prakarya (termasuk muatan lokal/Bahasa Daerah)
4

4

4

6

6

6
2. Penjaskes (termasuk muatan lokal)
4

4

4

3

3

3
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu

30

32

34

36

36

36

Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.

Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III.

Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI. Kegiatan ekstra kurikuler SD/MI antara lain, Pramuka sebagai ekstra kurikuler wajib. Selain itu, ada UKS dan PMR.

Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.

Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif. Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.